RSS

Resensi BLINDNESS: Dikala keterbatasan memaksa mereka melakukan kekerasan.

Film Blindness arahan sutradara Fernando Meirelles ini menceritakan tentang sebuah kota yang seluruh warganya dijangkiti wabah aneh yang tidak diketahui sebab, gejala, dan obatnya, yang menyebabkan seisi warga kota tersebut mengalami kebutaan. Karena terjadi secara tiba-tiba, dengan tidak memandang korban sedang berada dimana dan sedang melakukan apa, membuat situasi menjadi tidak terkendali dan timbul lebih banyak korban. Satu persatu orang tertular satu sama lain, membuat pemerintah menangkap dan mengisolasi mereka di sebuah kamp dan membagi mereka ke dalam bangsal-bangsal tertentu.

Setelah wabah ini menjangkiti hampir seluruh warga kota, pemerintah segera melakukan berbagai cara dan upaya untuk menganalisis dan mencari penyebab wabah ini. Tapi pada akhirnya para aktor yang terlibat dalam usaha meneliti jenis apakah inipun turut terjangkit. Oleh karena itu, tidak ada cara lain selain mengkarantina orang-orang yang telah terjangkiti agar tidak menulari orang-orang yang masih sehat. Dalam hal ini pemerintah menggunakan Records, radio, and television sebagai upaya penyebaran informasi berkaitan dengan wabah penyakit kebutaan yang menular ini. Metode nirkekerasan ini sarat dengan upaya persuasif kepada masyarakat dalam jumlah besar (wider audience). Target atau sasaran metode ini adalah mendistribusikan pesan dan informasi ke dalam jumlah masyarakat yang besar dan informasi pun akan lebih mudah tersebar bahkan upaya persuasif pun dapat dilakukan secara bersamaan.

Sebagai kelompok pertama yang tiba di kamp tersebut, Mark Ruffalo ( Dokter Mata), Julianne Moore ( sebagai satu-satunya orang yang tidak terinfeksi wabah kebutaan ini), dan penderita yang lain sepakat untuk membuat aturan untuk kenyamanan bersama. Tapi, semakin hari semakin banyak penderita yang berdatangan dan tentu saja mereka memiliki karakter yang beragam pula. Disinilah konflik tersebut terjadi. Saat dimana Mark Ruffalo yang diangkat sebagai wakil dari bangsal satu mencoba menggunakan metode Picketing. Picketing ini sendiri didefinisikan sebagai metode guna menyampaikan kepentingan oleh suatu golongan atau kelompok tertentu dengan tujuan membujuk orang lain atau kelompok lain untuk ikut atau tidak ikut berpartisipasi akan suatu hal. Tapi ternyata apa yang dilakukan oleh Mark tidak selalu diterima dengan hangat. Dalam hal ini ada salah satu bangsal ( bangsal 3) yang menolak mematuhi aturan tersebut karena menganggap bahwa Mark tidak punya otoritas apapun untuk mengatur mereka.

Keadaan berubah setelah ketua dari bangsal 3 merebut mikropon dan memiliki senjata api sebagai alat untuk menunjukan kekuasaan. Distribusi makanan pun terhambat karena keserakahan ketua mereka. Dalam hal ini jenis kekerasan yang teridentifikasi menurut Johan Galtung adalah jenis kekerasan langsung dimana pemukulan, pemerkosaan, dan pembunuhan terjadi dan dialami secara langsung oleh para penghuni kamp tersebut. Menurut Ingo W Schoroeder dan Bettina E Schmidt, kekerasan sengaja ditujukan pada orang atau kelompok tertentu dan bukan merupakan aksi spontan, tapi merupakan akibat dari sebuah proses. Selain itu, kekerasan yang terjadi dalam kamp tersebut ada hubungannya dengan manifestasi power dimana kekerasan dilakukan untuk menunjukan power yang dimiliki ( militer dan ketua bangsal 3). Perilaku penusukan yang dilakukan oleh Julianne Moore, menurut Hannah Arendt merupakan sebuah perilaku kekerasan yang dilakukan karena pelaku merasa bahwa power atau posisinya terancam. Dalam hal ini Moore merupakan pihak yang powerless karena merasa tidak ada cara lain untuk mendapatkan suplai makanan dan tidak tahan akan kekerasan yang dialami oleh seluruh penghuni kamp karena kesewenang-wenangan pihak tertentu yang berkuasa.

Jika kita lebih menganalisis kekerasan yang dilakukan oleh ketua bangsal 3, menurut Gene Sharp sendiri sebenarnya sesuai dengan The Consent Theory of Power, dimana orang tersebut menyadari power yang dia miliki yaitu memiliki senjata untuk menekan penghuni yang lain sehingga dapat dengan mudah membuat penghuni bangsal lain tunduk dan mau melakukan apa yang dia perintahkan. Sebagai seseorang yang menyatakan dirinya pemimpin di kamp tersebut, dia tidak menjalankan fungsinya dengan sebagaimana mestinya, terlebih lagi dia melakukan tindakan immoral dan pelecehan terhadap wanita, oleh karena itu, beberapa tindakan yang dilakukan oleh Julianne dan wanita yang membakar kamp tersebut adalah sebagai wujud pemberontakan dan ketidak setujuan mereka terhadap kondisi yang sedang terjadi dan bisa dikategorikan Intervensi (bakar kamp). Jika hal ini diimplementasikan di tingkat Negara, diibaratkan julianne dan penghuni kamp adalah warganya dan ketua bangsal 3 adalah pemerintah maka hal ini termasuk tindakan Civil disobedience of "neutral" laws yang merupakan salah satu aksi anti kekerasan menetang pemerintah dengan cara tidak menjalankan hukum atau aturan yang dibuat pemerintah yang tidak sesuai, immoral atau tidak legitimatif.

Dalam situasi keterbatasan bahan makanan, Julianne dan Mark mengupayakan berbagai cara agar mereka mendapatkan suplai makanan. Mereka melakukan lobbying kepada Pemimpin mereka dan Militer yang menjaga di luar kamp. Tapi upaya mereka sia-sia. Militer tidak mau mengirimkan bahan makanan tambahan dan pemimpin justru semakin sewenang-wenang dengan mengurangi jatah makanan mereka.

Sebagai akibat dari pembakaran kamp tersebut, mereka harus kembali kedunia luar yang telah menjadi porak poranda. Mayat-mayat bergelimpangan, penjarahan dimana-dimana, orang-orang hingga melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan makanan, walaupun harus dengan kekerasan. Melihat fenomena ini terjadi, Thomas Hobbes, John Calvin, dll, menganggap bahwa hal ini wajar saja terjadi, karena sebenarnya kekerasan adalah fitrah manusia. Karena menurut fitrahnya, manusia memang makhluk yang tamak, serakah, tidak pernah merasa puas, selalu mengejar kepentingannya, dan mereka melakukan hal itu (kekerasan) karena sisi rasionalnya seringkali dikalahkan oleh emosi dan ego masing-masing (Barush Spinoza, Immanuel Kant)

Dalam film ini yang mengkondisikan sebuah kota yang awalnya damai (tidak dalam keadaa perang) menjadi sebuah kota yang porak poranda karena sebuah wabah kebutaan yang membuat mereka menjadi cacat. Keterbatasan yang mereka alami membuat mereka melakukan kekerasan agar dapat bertahan hidup dan melupakan nilai-nilai moral yang ada dalam diri mereka.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments: