RSS

Japan Bureaucratic Politic and MITI

Review dari buku Chalmers Johnson, MITI and The Japanese Miracle, Tokyo, Charles E. Tuttle Co., 1982

Japan Bureaucratic Politic

Berkaitan dengan bureaucratic politic, terdapat persaingan intern dalam pemerintahan Jepang. Persangiangan tersebut terjadi di antara lembaga birokrasi terutama kementrian dalam memperjuangkan kepentingannya. Kementrian-kementrian tersebut berusaha untuk memasuki dan mengontrol lembaga pemerintah yang sentral dengan mengirim pejabat atau mantan pejabat mereka (détachés). Sasaran utamanya adalah lembaga independen (agencies) yang mendukung dan berafiliasi langsung dengan Perdana Menteri, masing-masing lembaga tersebut dipimpin oleh kepala yang ditunjuk langsung oleh Menteri Negara (kokumu daijin). Lembaga tersebut seperti, the Defence Agency, the Economy Planning Agency, the Science and Technology Agency, the Environment Agency, the National Land Agency. Transfer pegawai atau pejabat tersebut disebut oleh media sebagai “expeditionary armies” atau “battles for the outpost” yang merupakan fenomena yang penting dalam proses pembuatan kebijakan di Jepang.

Dalam kasus Economic Planning Agency (EPA), terdapat dua kementrian yang memiliki pengaruh yan kuat yaiu Ministry of International Trade and Industry (MITI) dan Kementrian Keungan. MITI sejak tahun 1960an menguasai posisi wakil menteri, koordinator, dan beberapa pos penting lainnya sedangkan Kementrian Keuangan pada jabatan sekertaris jederal dan beberapa jabatan yang penting. Bagi MITI posisi tersebut penting dikarenakan selain memberikan kontrol terhadap EPA juga menempatkan “pejabat” MITI dalam Dewan Pembuatan Kebijakan pada Bank of Japan dan deliberation council yang artinya memberikan akses pada pengawasan anggaran Kementrian Keungan. Hal ini menjadikan EPA sebagai kepanjangan tangan dari MITI “branch store or colony agency of MITI”.

Perebutan pengaruh terhadap lembaga penting di pemerintahan (nawabari) merupakan hasrat birokrasi di Jepang. Fenomena ini memberikan sisi positif dan negatif, seperti diungkapkan Hollerman. Fenomena ini membuat birokrasi Jepang terkoordinasi sehingga kebijakan lebih terkontrol dan cepat namun di sisi lain persaingan dan kecemburuan antar Kementrian bisa menjadi bumerang bagi pemerintahan Jepang.
Ministry of International Trade and Industry (MITI)

Dalam hal birokrasi ekonomi Jepang maka salah satu institusi yang penting adalah MITI, MITI merupakan kementrian yang dirancang untuk mengatur perdagangan dan industri Jepang. Dalam perkembangannya MITI brperan besar dalam Industrial Policy sebagai administrative guidance dalam kerangka Japan Inc. MITI mempunyai keunikan dibandingkan dengan kementrian yang lain. Pertama, MITI merupakan kementrian perekonomian yang kecil dalam hal personel dan kewenangan pengaturan anggaran. Hal ini memberikan kebebasan MITI dari kontrol dan intervensi Kementrian Ekonomi dalam hal anggaran. Kekuatan MITI justru terletak di kemampuanya menyetujuai atau menolak pinjaman dan pengeluaran lewat lembaga publik yang ”dikontrolnya” seperti Japan Development Bank, Export-Import Bank dan Japan Petrolium Development Corporation. Sebagai contoh tahun 1956, anggaran MITI hanya 8,2 milyar Yen namun MITI mengatur perputaran uang senilai 160,9 milyar Yen.

Perbedaan kedua adalah tinkat demokrasi internal di MITI. MITI sangat mendukung pejabat muda dalam mengembangkan dan memberikan ide-ide dalam perkembangan industri dan perdagangan Jepang. Namun MITI tetap menerapkan patterned democracy, dimana kebijakan tetap berujung pada persetujuan dari pejabat senior yang menempati pos-pos penting. Sehingga kebijakan tersebut tetap terkontrol. Namun MITI tetap memberikan porsi bagi para pejabat muda dimana selain jalur formal terdapat jalur informal bagi para pejabat muda untuk belajar dari seniornya seperti ”Komatsu Bar”, yang merupakan forum belajar dari Komatsu Yôgorô koordinator jenderal di sekertariat MITI.

Pada awalnya MITI dirancang sebagai lembaga yang merumuskan administrative guidance dalam Industrial Policy. Hal ini menjadikan MITI sangat nasionalistik. MITI sangat kompetitif di internasional namun sangat protektif mengenai masalah dalam negeri. Hal ini menimbulkan masalah ketika dunia internasional terutama Amerika Serikat yang mengalami defisit perdagangan mendesak Jepang dilakukannya liberalisasi perdagangan. Pada tahun 1970an terjadi perdebatan yang keras di MITI mengenai apakah Jepang masih mempertahankan proteksionisme atauka memulai liberalisasi. Perdebatan ini merupakan masalah Jepang hingga sekarang.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments: