RSS

The Japanese of Political Economy

Model ekonomi dan politik jepang digolongkan kedalam 2 kelompok, yaitu penekanan di faktor ekonomi dan yang penekanan di faktor kultural. Pendekatan di faktor ekonomi menekankan pada lingkungan sekitar yang bersifat objekif, yang meliputi persediaan tenaga kerja, persebaran teknologi, atau ekspansi pasar dunia. Dan di lain sisi, model-model kultural lebih memfokuskan pada lingkungan sekitar yang lebih bersifat subjektif, meliputi beragam aspek-aspek tradisional yang masih melekat dengan kultur budaya Jepang seperti orientasi atau kecenderungan kelompok-kelompok di Jepang yang lebih mengarah pada hasil konsensus. Sosial budaya masyarakat Jepang memiliki beberapa kekhasan atau keunikan tersendiri yaitu memiliki ikatan sosial masyarakat yang kuat antar sesamanya, memiliki budaya kerja keras dalam keseharian maupun profesionalitas kerja, memiliki budaya kerjasama atau hubungan yang lebih bersifat kooperatif dan saling menghormati terhadap sesama. Serta masyarakat Jepang sangat mengenal istilah “Nihonjinron” yang dimana memiliki definisi yaitu suatu paham kejepangan atau paham nasionalisme masyarakat Jepang terhadap negara mereka sendiri yang melihat bahwa bangsa Jepang memiliki keunikan yang membedakannya dari bangsda-bangsa lain yang ada di dunia.

Lingkungan objektif terdiri dari lingkungan psikologis (nature-to-society relationship) dan lingkungan internasional (society-to-society relationship). Dilain sisi, lingkungan subjektif terdiri atas lingkungan kultural dan national goals. Lebih jauh disimpulkan dan digambarkan bahwa hubungan di sektor ekonomi Jepang sangat dipengaruhi dari lingkungan sekitar yang bersifat objektif meliputi phsyical environment (including technology) serta international environment. Sedangkan di sektor politik, Jepang sangat dipengaruhi oleh national goals dan cultural environment. Adapun lingkungan kultural yang dapat memiliki hubungan pengaruh dengan politik ekonomi Jepang ialah individual atau kegiatan rumah tangga, organisasi formal, organisasi informal yang lebih luas dan rasa nasional atau bangsa secara keseluruhan.

Model penjelasan ekonomi jepang terdiri atas 3 macam model yaitu Nation-Focused Model, Individual-Focused Model dan Organization-Focused Model. Nation-Focused Model disini menjelaskan bahwa jepang dalam sektor ekonominya lebih dilihat sebagai suatu perusahaan besar yang terkoordinasi sangat baik, yang lebih dikenal dengan Japan Inc. Berdasarkan pengertian tersebut menyebutkan bahwa masyarakat Jepang lebih bersifat monolitis dan memiliki regulasi secara ketat yang kemudian lebih membentuk Jepang menjadi suatu single korporasi yang dijalankan oleh sekelompok pemimpin-pemimpin cerdas yang memobilisasi populasi jepang pasca-perang demi keberlangsungan pertumbuhan ekonomi Jepang. Individual-Focused Model berarti model ekonomi dengan penjelasan bahwa ekonomi Jepang juga tidak luput dari pengaruh tiap individual yaitu konsumen, buruh, dan juga pemegang saham. Model penjelasan ekonomi Jepang yang terakhir ialah Organization-Focused Models yang menjelaskan bahwa adanya kesatuan dan intedritas antara para individual dan masyarakat bangsa yang dihubungkan dengan adanya organisasi-organisasi baik formal maupun informal yang mempertimbangkan mengenai urusan yang lebih luas dari urusan baik perseorangan atau rumah tangga, seperti perusahaan, organ administratif dan mengenai urusan pasar.
Jepang lebih menekankan pada kebijakan industrinya, contoh pentingnya adalah Gyosei Shido. Gyosei shido adalah kebijakan industrial yang terkenal dan diaplikasikan ke industri-industri besar pasca perang. Kemudian, Jepang membentuk MITI (Ministrial Internasional of Trade and Industrial) yang pada saat itu berfungsi untuk melindungi industri-industri dalam negeri.

Dalam prakteknya, Jepang mengimplementasikan kebijakan industrialnya ke hal-hal berikut:
1. Tindakan-tindakan promosional dan pengawasan perizinan. MITI mengesahkan The Firm Rationalization Promotion Act pada tahun 1952 untuk digunakan pada berbagai instrumen kebijakan seperti tarif dan pembebasan pajak..
2. Pengawasan input. MITI juga turut campur dalam mengawasi input industri-industri yang selama ini memimpin seperti industri baja, minyak, petrokimia, serat sintetis, dan otomotif.
3. Pengarahan Investasi. Firma-firma yang menginvestasikan uang mereka di perusahaan-perusahaan besar akan diawasi oleh MITI.
4. Pengunduran kartel-kartel. Kartel adalah gabungan perusahaan-perusahaan yang bertujuan memonopoli harga-harga.
Tanpa bergantung dengan prinsip-prinsip mereka, kebanyakan ekonom Jepang mengakui birokrat-birokrat MITI menggunakan keempat tindakan diatas. Namun, terdapat juga penjelasan lain dimana kebijakan industri menyebabkan kompetisi harga yang berlebihan. Jelas sekali terlihat intervensi oleh MITI diatas menyebabkan penurunan biaya-biaya sehingga kompetisi harga yang terjadi tidak tergantung pada perputaran ekonomi dasar.

Terakhir, gyosei shido dapat memberikan peningkatan ke masalah-masalah serius yang potensial dalam situasi kenaikan (dibandingkan penurunan) biaya rata-rata. Yang pertama, tidak perlu lagi adanya arahan investasi dan pengunduran kartel-kartel karena tidak akan ada ketakutan terhadap kompetisi yang berlebihan. Kedua, gyosei shido, meskipun terdapat ketimpangan, bukan berarti berat sebelah industri-industrinya atau antara perusahaan-perusahaan dan rumah tangga. Ketika pertumbuhan ekonomi terjadi dengan sangat cepat dan menjangkau segala sektor kehidupan masyarakat, ketidakpuasan dalam sektor-sektor masyarakat tersebut tidak akan muncul ke permukaan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments: