RSS

PERAN WTO DALAM KASUS PELARANGAN IMPOR APEL SELANDIA BARU OLEH AUSTRALIA

- Latar Belakang Permasalahan;

Pemerintahan Australia pada tahun 2007 lewat dinas karantina flora dan fauna menyatakan bahwa Apel import yang berasal dari Selandia Baru berbahaya bagi kesehatan karena mengandung dua unsur berbahaya, yaitu bakteri fire bright, European cancer dan serangga penyebab pest . Dengan ditemukannya bakteri tersebut pada apel Selandia Baru, dinas karantina flora dan fauna merekomendasikan kepada pemerintah khusnya kepada kementerian luar negeri dan perdagangan Australia untuk menghentikan import apel yang berasal dari Selandia Baru .

Masalah ini tidak berawal pada tahun 2007 saja, sejak tahun 1921 pemerintah Australia telah menghentikan import apel dari Selandia Baru dikarenakan oleh hal yang sama. Namun, sejak masalah ini bergulir Selandia Baru tidak tinggal diam dan terus memperbaiki kualitas apelnya agar bisa bersaing dan masuk pasar Australia.Laporan dinas karantina Australia tersebut segera di analisa secara ilmiah oleh pihak Selandia Baru.Lewat serangkaian uji coba oleh pakar ilmuan dari Selandia Baru tidak di temukan bakteri-bakteri berbahaya tersebut. Dan berdasar dari uji coba ilmiah tersebut, Selandia Baru mempertimbangkan bahwa apa yang dikeluarkan oleh dinas karantina dan departemen luar negeri dan perdagangan adalah hal yang tidak sesuai dengan bukti scientific.

Berdasarkan hal tersebut pemerintah Selandia Baru mengajukan sengketa tersebut untuk di bahas dan diselesaikan lebih lanjut lewat forum WTO.Karena Selandia Baru berpendapat bahwa kebijakan Australia mengenai larangan import apel merupakan kebijakan yang tidak berdasar secara ilmiah .Dan merupakan pelanggaran terhadap Uruguay Round Agreement sebagai dasar terlaksananya perdagangan bebas di dunia. Pelanggaran terhadap Uruguay Round Agreement tersebut lebih di spesidikan terhadap Agreement of Sanitary and Phytosanitary Measures dari artikel 1-14 , Australia melanggar beberapa artikel.

Setiap negara wajib mengontrol kontaminasi makanan dan besarnya ukuran kontaminasi makanan. Inspeksi juga di wajibkan bagi negara pengimport barang tersebut untuk quality control dari suatu produk yang akan masuk kenegaranya. Apa yang terjadi dalam persengkataan dagang antara Selandia Baru-Australia ini, Selandia Baru berpendapat bahwa terjadi malfunction dari sistem inspeksi Australia dalam mengontrol kualitas apel Selandia Baru yang berakibat kepada kerugian yang di derita Selandia Baru. Artikel terakhir adalah artikel sebelas yang merupakan cara yang harus ditempuh dalam penyelesaian sengketa mengenai SPS tersebut.Dalam artikel ini disebutkan bahwa penyelesaian sengketa yang berkaitan dengan SPS dapat diselesaikan dengan cara konsultasi dan dilakukan dengan perundingan antara kedua belah pihak dengan WTO sebagai penengahnya.Hal ini sesuai dengan artikel GATT tahun 1994 nomer XXII dan XXIII.Dimana setiap persengketaan perdagangan antara kedua negara atau lebih dapat diselesaikan dengan konsultasi dan perundingan.

• Peran WTO dalam Proses Persengketaan


Berikut adalah proses persengketaan yang harus dilalui dalam penyelesaian kasus ini :
1. Konsultasi:
Negara-negara yang terlibat bertemu untuk mencoba menyelesaikan sengketa tersebut.
2. TahapPanel:
Jika konsultasi tidak menyelesaikan masalah ini, negara yang bersengketa dapat meminta dibentuknya sebuah panel ajudikatif untuk menghasilkan putusan. Panel terdiri dari tiga anggota yang mendengar argumentasi dari pihak yang bersengketa dan setiap pihak ketiga yang berkepentingan.Jika panel memutuskan bahwa tindakan tersebut telah melanggar perjanjian WTO, maka dewan panel akan memanggil negara yang bersangkutan untuk ditindak secara hukum atau kebijakan yang sejalan dengan perjanjian tersebut. Dalam kasus impor apel antara Australia dan Selandia Baru ini, WTO membentuk panel yg terdiri dari beberapa negara anggota WTO ( Chili, Komunitas Eropa, Jepang, Cina Taipei dan Amerika Serikat ,Pakistan ) untuk menjadi dewan penengah dan memberikan keputusan terkait konflik ini. Setiap beberapa bulan sekali dewan panel akan memberikan laporan mengenai penelitian mereka terhadap pertanian Selandia Baru dan Australia.
3. Banding:
Dalam proses penyelesaian sengketa, WTO jug amemberikan salah satu pihak yang bersengketa hak banding kepada Badan Banding. Hak banding terbatas pada isu-isu hukum yang didasarkan pada laporan panel dan interpretasi hukum yang dikembangkan oleh panel.

• Hasil Keputusan WTO Terhadap Penyelesaian Kasus


Persengketaan perdagangan yang terjadi antara Australia dengan Selandia Baru terkait dengan kasus apel telah berlangsung selama puluhan tahun dan baru diajukan ke World Trade Organization (WTO) pada tanggal 31 Agustus 2007. Penyelesaian kasus persengketaan dagangan tersebut memakan waktu yang cukup lama pada tahap penyelidikan oleh panel-panel di WTO sehingga baru pada tahun 2010 diketahui hasil laporan terkait kasus tersebut.

Pada perkembangannya digunakan mekanisme panel-panel dalam melakukan penyelidikan dan juga mendengarkan pihak-pihak yang sedang bersengketa dalam konteks ini Australia dan Selandia Baru.Sehingga dengan prosedur yang panjang tersebut keputusan terhadap sengketa tidak bisa diperoleh dalam jangka waktu yang singkat. WTO sendiri dalam menyelesaikan kasus-kasus sengketa dagang antar negara seperti sengketa dagangan apel ini melalui badan khusus yang bertugas menyelesaikan sengketa atau Dispute Settlement Body(DSB) yang kemudian memiliki prosedur tersendiri melalui Appellate Body dan Panels dimana terdiri dari negara-negara yang mengajukan diri untuk membantu menyelesaikan suatu persengketaan. Sehingga DSB sendiri mendasarkan keputusannya pada hasil laporan Appellate Body dan Panels tersebut

Dalam laporan yang berasal dari Appellate Body dan Panels disebutkan bahwa langkah-langkah yang diadopsi/digunakan oleh pemerintah Australia dalam kasus impor apel Selandia Baru berjumlah 16 menyangkut fitosanitasi. Menurut panel-panel tersebut, ke-16 langkah-langkah yang diadopsi oleh Australia tidak berdasarkan pada prinsip pengkajian resiko yang sesuai dan oleh karenanya menjadi tidak konsisten terhadap Pasal 5.1 dan 5.2 dari SPS Agreement. Selain itu, panel-panel tersebut menambahkan kesimpulan bahwa langkah-langkah Australia juga tidak konsisten dengan Pasal 2.2 SPS Agreement, yang menetapkan syarat bahwa ketentuan SPS harus berdasarkan pada prinsip-prinsip ilmiah dan tidak dapat dipertahankan apabila tidak terdapat cukup bukti ilmiah. Oleh karena itu berdasarkan laporan, langkah-langkah yang ditempuh oleh Australia cenderung mengarah pada hambatan perdagangan daripada ke arah perlindungan fitosanitari itu sendiri sehingga Australia kembali tidak konsisten pada Pasal 5.6 dari SPS Agreement .Selandia Baru sendiri juga telah memberikan alternatif bagi Australia terhadap impor apel mereka agar melakukan impor terhadap apel yang matang dan tanpa gejala dan ditambah lagi dengan melakukan inspeksi apel-apel impor tersebut.

Dalam Dispute Settlement Body WTO, prosedur yang ditetapkan terkait penyelesaian sengketa adalah dengan memberikan jangka waktu bagi pihak yang “kalah” untuk merubah aturannya dan tidak menerapkan bentuk hukuman (punishment) bagi yang “kalah”. Berdasarkan laporan-laporan dan rekomendasi dari Appellate Body dan Panels tersebut DSB kemudian memberi keputusan bahwa langkah-langkah yang diadopsi oleh Australia tidak konsisten dengan SPS Agreement dan riset ilmiah yang dilakukan oleh Australia tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh WTO terkait dengan pencegahan masuk dan menyebarnya penyakit yang dibawa oleh hewan atau tanaman. Oleh karena itu, maka DSB WTO meminta agar Australia mengubah aturannya agar sesuai dengan SPS Agreement. Putusan tersebut juga otomatis memenangkan Selandia Baru atas kasus sengketa apel yang telah berlangsung sejak lama terhadap Australia sehingga diharapkan dengan kemenangan tersebut impor apel dari Selandia Baru ke Australia menjadi semakin mudah dan dengan hubungan antar negara yang tetap harmonis.


Daftar Pustaka;

Apple and Pear Australia Ltd, Biosecurity: Import Risk Assessments, 2009, diakses pada 25 April 2011 pukul 20.10.
DAFF, Selandia Baru Apples, 10/08/2010,, 25 april 2011 pukul 20:08
Department of Foreign Affairs and Trade, Australia – Measures Affecting the Importation of Apples from New Zealand (DS367), 10 September 2008, , diakses pada 25 April 2011 pukul 20.56.

MFAT NZ, Trade law and free-trade agreement, 7/04/2011. april 2011 pukul 19:05

The epoch time,NZ apples into the Australian basket, 3/12/2010, , 25 april 2011 19:30

WTO,Agreement on the Apllication of sanitary and phytosanitary measures ,2010, , 25 april 2011 pukul 23:11

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments: