RSS

Budaya Politik (political culture) Australia dan Fenomena Golput dalam Perpolitikan Australia

1. Budaya politik masyarakat Australia

Walter A Rosenbaum menyebutkan, budaya politik dapat didefinisikan dalam dua cara. Pertama, jika terkonsentrasi pada individu, budaya politik merupakan fokus psikologis. Artinya bagaimana cara-cara seseorang melihat sistem politik. Apa yang dia rasakan dan ia pikir tentang simbol, lembaga dan aturan yang ada dalam tatanan politik dan bagaimana pula ia meresponnya. Kedua, budaya politik merujuk pada orientasi kolektif rakyat terhadap elemen-elemen dasar dalam sistem politiknya. Inilah yang disebut “pendekatan sistem”.
Sedangkan Albert Widjaja menyatakan budaya politik adalah aspek politik dari hukum dan nilai-nilai yang terdiri ide, pengetahuan, hukum istiadat, tahayul dan mitos. Kesemuanya ini dikenal dan diakui sebagain besar masyarakat. Tentu akan sangat menarik bila konsep ini kita lihat dalam praktik pelaksanaan politik di Australia, karena Australia merupakan Negara yang sangat dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan, warga Negara yang melek tentang hukum, dan sangat mengjunjung tinggi hak dan kewajiban.

• Pembagian Jenis Budaya Politik Almond

Gabriel Almond,membagi 3 jenis budaya politik :
1. Budaya politik parokial
2. Budaya politik kaula
3. Budaya politik partisipan
Penjelasan bagi tiap-tiap jenis budaya politik Almond adalah sebagai berikut:

1.Budaya politik Parokial
Dimana kesadaran obyek politiknya kecil atau tidak ada semakli terhadap hokum dan politik. Kelompok ini aka ditemukan di berbagai lapisan masyarakat

2. Budaya politik Kaula / Subject
Mereka yang berorientasi terhadap hukum dan politik dan pengaruhnya terhadap outputs yang mempengaruhi kehidupan mereka seperti tunjangan kesehatan dan hokum yang berlaku. Namun mereka tidak berorientasi terhadap partisipasi dalam struktur inputs.
3. Budaya politik Partisipan
Individu yang berorientasi terhadap struktur inputs dan proses dan terlibat didalamnya atau melihat dirinya sebagai potensial terlibat, mengartikulasikan tuntutan dan membuat keputusan.

Berdasarkan ketiga jenis budaya politik yang telah dijelaskan, dapat dilihat bahwa masyarakat Australia pada umumnya merupakan masyarakat yang lebih cenderung berbudaya politik Subject. Karena sebenarnya masyarakat Australia tidak begitu antusias dalam hal perpolitikan. Mereka berpartisipasi dalam politik di saat pemilu saja( rata-rata masyarakat Australia). Hanya sedikit orang saja yang tergolong partisipan, biasanya orang-orang ini berharap dapat menjadi anggota parlemen di masa depan atau orang-orang yang memiliki kepentingan untuk dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah. Dalam hal ini, yang dikategorikan masyarakat yang memiliki budaya parochial adalah kaum Aborigin. Dimana dalam kehidupan bermasyarakat, masih terjadi diskriminasi dan dianggap masyarakat paling rendah.

• Pendidikan Politik Masyarakat Australia

a. Pendidikan Sekolah
Berdasarkan hasil wawancara saya dengan Mr. Locky Easom , di tingkat primary school, siswa belajar tentang sejarah Australia ( Sejarah Aborigin dan sejarah Australia masa pendudukan Eropa), Australia’s flag, the states, dll. Di setiap hari senin pagi, biasanya mereka mengadakan pertemuan dimana dalam pertemuan itu pula para siswa dan staf pengajar menyanyikan lagu nasional Australia “Advance Australia Fair”. Lalu untuk siswa kelas 7 dan 8 wajib mempelajari system politik Australia yang merupakan bagian dari mata pelajaran Studies of Society and Environment ( SOSE), lalu ada pula mata pelajaran kewarganegaraan ( civics and citizenships ) yang mempelajari tentang peran pemda, propinsi, dan Negara dalam konstitusi Australia. Mereka juga belajar tentang bagaimana peran dan cara kerja HoR, Senat, dan partai-partai politik. Mr. Easom juga mengatakan bahwa dalam pembelajaran tentang politik, guru-guru di Australia biasanya membawa siswa-siswanya untuk bertemu langsung dengan anggota Parlemen tingkat Nasional, disana mereka dapat bertanya-tanya secara langsung tentang seluk beluk perpolitikan Australia, serta siswa dapat menyaksikan bagaimana sidang parlemen berlangsung. Di kelas 9, pelajaran mengenai SOSE tidak diwajibkan, dalam hal ini siswa dapat memilih subject apa yang mereka minati. Di kelas 9 dan 10 mereka dapat memilih Australian / Local History, sedangkan di kelas 11 dan 12, mereka dapat memilih Legal Studies dimana mereka dapat mempelajari lebih rinci mengenai konstitusi Australia, proses legitimasi, dll. Di tingkat Universitas, seperti halnya di Indonesia, politik tidak wajib untuk di pelajari, mereka dapat memilih subject apa yang menjadi minat mereka.

b. Pendidikan keluarga
Karena masyarakat Australia sangat menjujung tinggi nilai demokrasi liberal sebagai suatu ideology kebangsaan, maka dalam hal sehari-hari pun mereka lebih menerapkan hal yang bersifat kebebasan. Tidak adanya unsure paksaan dalam memutuskan segala pihak. Sehingga anak lebih bisa mengembangkan apa yang benar-benar menjadi minat sang anak. Begitu pula dengan pelajaran politik, hal tersebut tergantung kepada orang tua masing-masing. Namun, kebanyakan berpendapat bahwa sekolah memegang peranan utama dalam pembelajaran tentang politik.

• Peran media dalam sosialisasi politik masyarakat
Dalam hal sosialisasi politik, baik yang dilakukan oleh pemerintah atau pihak akademisi, peran media bisa dibilang begitu besar peranannya. Peran media memiliki beberapa peraturan di dalamnya. Pertama, Media digunakan oleh parpol untuk mengiklankan dan memperkenalkan kandidat-kandidatnya. Kedua, media berfungsi untuk menganalysis and mengkritik baik partai-partai politik, calon-calon dan anggota-anggota DPR di berbagai tingkat pemerintah di Australia. Bahkan dalam hal mensosialisasikan berbagai lembaga pemerintahan yang berisikan pengenalan dan informasi-informasi yang terkait dengan lembaga tersebut, pemerintah membuat suatu website lembaga sebagai upaya mengenalkan dan memberitahukan program-program, kebijakan, siapa-siapa saja yang berada di dalamnya, agar merasa familiar dan tahu lebih banyak akan pemerintahan yang sedang berlangsung. Misalnya, radio (PNN- Parliamentary and News Network) dan TV Australia (ABC) merupakan media yang dikelola oleh pemerintah federal ini menyajikan keseluruhan proses sidang parlemen dari awal hingga akhir, sehingga masyarakat dapat mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi dalam pemerintahan . Pemerintah pun juga menyediakan sarana pembelajaran tentang politik bagi anak-anak dan pelajar, dimana dalam website pemerintah, terdapat berbagai info sederhana dan menarik yang sengaja dikemas untuk anak-anak dan pelajar sekolah, sehingga sejak kecil anak-anak sudah mengetahui bagaimana keadaan pemerintah mereka, apa yang mereka kerjakan, dan lainnya.


2. Partisipasi masyarakat dalam perpolitikan Australia.

Menurut Mr Easom, masyarakat Australia tidak terlalu antusias mengenai proses politik di Australia. Masyarakat Australia pada umumnya dapat dipanggil ‘apathetic’ mengenai hal politik karena keterlibatannya hanya memberikan suara pada hari pemilu saja. Ada sebagian kecil yang menjadi anggota partai politik dan berpartisipasi dalam proses politik. Hal ini pun dikarenakan adanya peraturan wajib memilih yang tertuang dalam Konstitusi Australia subbagian 245(1) dari undang-undang yang menyatakan bahwa, “ it shall be the duty of every elector to vote at each elections” . Dalam hal ini setiap warga Negara yang telah berusia 18 tahun keatas, tidak memiliki track record kriminal yang berat, berakal sehat, diwajibkan untuk datang ke tempat pemilihan di waktu yang telah ditentukan.

Hal ini memicu adanya suatu kontroversi bahwa Australia yang merupakan Negara yang menjunjung tinggi demokrasi, mengapa justru seolah menginjak hak warga negaranya dalam memilih, dengan menerapkan suatu system wajib voting ( Compulsory Voting). Bukankah "memilih untuk tidak memilih" adalah juga sebuah pilihan. Bukankah golongan putih (golput) atau diartikan sebagai absensi dalam pemilu adalah hak seseorang? Tentunya hal ini seolah bertentangan dengan azas demokrasi itu sendiri. Menurut sebagian orang yang mendukung akan adanya compulsory voting ini, kewajiban ikut pemilu itu diperlukan agar pemerintahan yang dihasilkan melalui pemilu yang diwajibkan itu menjadi lebih memiliki legitimasi. Dengan kata lain, jika seluruh rakyat ikut pemilu maka pemerintah yang dihasilkan pemilu itu akan memiliki legitimasi atau pengakuan yang lebih kuat. Alasan lainnya adalah jika demokrasi diartikan sebagai pemerintahan rakyat, maka segenap rakyat bertanggung jawab untuk memilih para wakil dan pemimpin negaranya.

3. Fenomena Golongan Putih/ Absent Voter dalam perpolitikan Australia.
Australia merupakan salah satu dari dua puluh Negara di dunia yang menerapkan system Compulsory Voting. Lalu, __________________________


( mau tau lebih lengkap comment atw asking by email yaa ;D)


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kepentingan Regional Uni Eropa dalam NATO

Setelah kehancuran menyeluruh di segala bidang yang dialami Eropa pasca PD II, AS lewat PBB mulai mencari muka untuk bersaing merebut hegemoni di Eropa dengan Uni Sovyet. Sejak saat itulah Eropa sangat menggantungkan diri pada AS di berbagai bidang termasuk ekonomi dan keamanan. Di bidang keamanan melalui NATO.

Dalam perkembangannya, negara-negara Eropa yang waktu itu membentuk ECSC (Economic Coal and Steel Community), mulai berusaha mengurangi ketergantungan mereka terhadap Amerika. Dan mereka lebih memilih memfokuskan dan mengembangkan diri di bidang ekonomi ketimbang keamanan. Kini Eropa telah mampu membuktikan bahwa di bidang ekonomi mereka telah jauh lebih unggul dibanding regional dan negara manapun di dunia termasuk Amerika, lewat mata uang tunggal euro misalnya yang nilainya terus menguat dan stabil dan bahkan semakin mengancam posisi dollar Amerika. Konsekuensinya mereka terlihat amat lemah di bidang keamanan, dan mau tidak mau terus menggantungkan keamanannya pada kekuatan Amerika melalui NATO-nya.


Namun sebenarnya, sejak 1992 saat MEE berubah menjadi UE, saat Eropa sudah mulai kuat dan stabil di bidang ekonomi, muncullah ambisi untuk mandiri di bidang lain seperti keamanan. Hal ini tertuang dalam perjanjian Mastricth. Keinginan mereka ini ditindaklanjuti dengan membentuk CFSP (Common Foreign Security Policy). Ditambah lagi, adanya momentum yang tepat dimana saat itu Uni Sovyet sedang hancur dan menyebabkan kekosongan tandingan hegemoni bagi AS dan musuh/ancaman dari timur bagi Eropa. Namun sayangnya CFSP ini hanya berkembang intern anggotanya saja dan itupun tidak optimal, selain itu posisi tawar Eropa masih rendah sehingga seringkali kalah melawan NATO yang pasca perang dingin pun tetap memegang kendali dunia ( Perang Bosnia, Perang teluk II, dll). Hingga akhirnya Rusia kembali bangkit dan pada akhirnya Eropa tidak atau belum mampu memanfaatkan momentum saat itu untuk mengembangkan keamanannya yang mandiri.

Kemudian tahun 2004, saat euro sudah matang, hal ini kembali dibicarakan . Eropa, dipelopori Perancis, Jerman, Belgia dan Luxemburg, menginginkan pertahanan bersama dan integrasi militer. Amerika serta NATO sangat mengecamnya dengan mengatakan Eropa hanya membutuhkan tambahan pasukan yang efektif dan bukan tambahan organisasi dan ini akan menjadi salah satu bahaya terbesar bagi hubungan transatlantik. Apalagi Eropa sedikit demi sedikit mulai menunjukkan power mereka misalnya melalui penolakan Perancis, Jerman, Rusia, Inggris, dan Spanyol yang menolak perang Irak dan rekonstruksinya. Selain itu juga PM Prancis 1980-an, Francois Mitteran, yang dengan tegas meminta NATO pergi dari negaranya –pada waktu itu NATO mendirikan kantor mereka di Paris- karena terlalu mencampuri urusan keamanan dalam negeri dengan alasan keamanan NATO, dan akhirnya NATO dipindah ke Brussels.

UE menjamin bahwa NATO akan terus mendapat informasi perkembangan militer UE dan UE juga tidak akan berkompetisi dengan NATO. Namun, loyal pada NATO tidak berarti menghentikan pembentukan militer Eropa dengan kapasitas dan perencaanaan operasional. Beberapa aksi militer kecil UE antara lain di Macedonia yang menggunakan aset NATO juga operasi penjaga perdamaian "Artemis" di Kongo bulan Juni tahun 2004 - yang dilakukan atas permintaan PBB - tidak memiliki hubungan dengan NATO dan dikerahkan dengan menggunakan struktur perencanaan dan komando Prancis.
Namun januari 2008, dikatakan UE tidak akan membentuk lembaga keamanan khusus untuk menyaingi NATO .

Beberapa alasan utama adalah :
a. Sistem Supranasional yang Intergovernmentalis masih melekat kuat di struktur fondasi UE.
b. CFSP masih merupakan “Common Policy” bukan “Single Policy”. Dengan pola Intergovernmentalis hal ini akan sangat menyulitkan mengambil satu keputusan tunggal yang mengatasnamakan Eropa.
c. Anggaran belanja Pertahanan US masih yang terbesar dibandingkan negara - negara besar Eropa (Jerman, Inggris, Prancis, Itali).
d. Meski pernah terdapat WEU dan RRF di UE, kedua organ tersebut masih terkonsentrasi pada persoalan keamanan bukan pertahanan. NATO merupakan aliansi pertahanan bersama untuk menghadapi potential strike from outside of the ring.
e. Ketidakmampuan UE dalam menghadapi gejolak internal merupakan salah satu contoh akibat tidak terdapatnya satu komando dalam bidang keamanan dan pertahanan Eropa. (Yugoslavia).

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS