Timor-Leste merupakan sebuah negara muda yang baru saja mengalami transisi yang penuh gejolak selama 24 tahun bergabung dengan Indonesia, dan pada akhirnya secara resmi mendeklarasikan kemerdekaan pada tahun 2002. Dalam prosesnya menuju ke sebuah negara yang merdeka, tentunya tidak terlepas dari keterlibatan pihak asing dan media dalam upaya menegakkan HAM dan membantu menjadi sebuah negara yang merdeka. Dalam hal ini pemerintah indonesia dinilai lamban dalam menyelesaikan permasalahan status Timor-Leste dan upaya penegakan HAM di sana. Dalam kurun waktu 1976-1999 telah terjadi banyak sekali aksi pelanggaran HAM di Timor-Timur. Salah satunya adalah insiden Dili yang terjadi pada tanggal 12 November 1991. pembantaian pemuda Timor-timur di pemakaman Santa Cruz oleh para serdadu Indonesia dapat dikatakan merupakan sebuah titik balik dalam perjuangan rakyat Timor untuk diakui secara internasional. Terlebih lagi, peristiwa tersebut terekam dan difilmkan oleh seorang jurnalis Asing dari Amerika Serikat, Max Stahl, yang pada akhirnya disiarkan melalui media internasional . Peristiwa ini ditayangkan oleh berbagai televisi di seluruh dunia dan menyingkap keadaan sebenarnya tentang penindasan yang keras oleh militer Indonesia. Berita ini segera menyebar dengan cepat dan berakibat pada meningkatnya aksi solidaritas secara dramatis. Banyak wartawan asing dan pekerja LSM ke Timor-Leste dan mengharapkan kedatangan misi Portugis dan tindakan dari dunia internasional untuk menghentikan adanya aksi pelanggaran HAM yang terjadi di Timor-Leste. Di seluruh dunia, khususnya di Australia dan Portugal, demonstrasi masa, yang digerakkan oleh gerakan solidaritas non-pemerintah dan orang-orang Timor yang berada di pengasingan, mengusahakan campur tangan internasional. Lewat foto-foto dengan kesan yang kuat dari markas UNAMET di Dili, dan pesan dari wartawan serta pihak-pihak lain di markas tersebut, informasi mereka mendominasi berita internasional dan terus menekan Indonesia dan meminta pemimpin dunia untuk melakukan campur tangan. Sekjen PBB, Kofi Annan, melakukan diplomasi pribadi yang sifatnya mendesak. Upaya pertamanya bertujuan meminta Indonesia untuk memenuhi kewajiban keamanan.
Sebagai suatu reaksi atas tekanan dunia internasional, organisasi internasional PBB mengirimkan wakilnya dalam misi yang dinamakan UNAMET. Peran PBB dalam menyelesaikan permasalahan yang ada di Timor-Leste sudah seharusnya dilihat dari sudut pandang netral dan menyerahkan segala keputusan kepada rakyat Timor-Leste, tetapi ternyata kenyataan dilapangan membuktikan bahwa ada tindakan kecurangan dan keberpihakan UNAMET terhadap kelompok Anti-Intergrasi. UNAMET sebagai perwakilan PBB secara khusus memfasilitasi proses referendum Timor Timur agar berjalan secara adil dan representatif, tapi ternyata diluar dugaan justru kinerja UNAMET sangat mengecewakan. Menurut Jubir UNIF Basilio Dias Araujo, dalam siaran pers UNIF pada 30 Agustus 1999 menyatakan ada konspirasi internasional yang menginginkankan Timor Timur lepas dari Indonesia. Mereka meminjam tangan PBB lewat UNAMET-nya, dan berusaha keras dengan cara apa saja untuk memenangkan kelompok Anti-Integrasi, termasuk dengan membiarkan berbagai kecurangan yang terjadi . Keberpihakan UNAMET juga ditandai dengan banyaknya staf lokal yang direkrut UNAMET yang merupakan pendukung Anti-Integrasi yaitu sebanyak 95%. Tidak hanya sampai di situ, selama proses pelaksanaan referendum juga terdapat banyak keberpihakan yang dilakukan oleh UNAMET secara terang-terangan. Hampir di setiap TPS terjadi pelanggaran, banyak orang asing yang dideportasi karena memprovokasi referendum, UNIF (Pro-Integrasi) juga melaporkan 89 laporan pelanggaran selama referendum, hingga puncaknya pada 30 Agustus 1999 di seluruh Timor Timur terjadi gelombang protes kelompok Pro-Integrasi yang kecewa. Mereka menyaksikan sendiri pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh UNAMET beserta staf lokal selama pencoblosan berlangsung .
Intervensi dari asing ini tidak hanya terbatas dari peran UNAMET, Media internasional pun tak luput dari kepentingan terselubung dalam penyampaian nformasinya mengenai Timor-Timur. Mereka memanipulasi dan melebih-lebihkan kenyataan agar terlihat keburukan penanganan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan hal ini menbuat citra indonesia menjadi sangat buruk di mata dunia internasional. Ditambah lagi adanya penyadapan dan pengiriman intelijen asing tanpa sepengetahuan pemerintah Indonesia yang dilakukan oleh Amerika, Australia, Selandia Baru, dan sekutunya untuk memantau dan menyadap informasi mengenai Timor-Timur . Dapat dikatakan bahwa Australia memiliki motif terselubung yang kuat dibandingkan negara-negara lainnya. Dapat dibuktikan dengan surat PM Howard yang mendesak Presiden Habibie untuk segera menyelenggarakan referendum diikuti oleh serangkaian lobi intens. Kedua, Australia segera membuka kantor konsulat di Dili. Ketiga, kontribusi Australia yang cukup besar dalam UNAMET, hingga mencakup 60%. Kelima, alokasi 2.500 pasukan di Darwin yang sewaktu-waktu siap dimobilisasi masuk ke Timor Timur. Kelima, Australia sangat berambisi untuk memimpin Civpol UNAMET. Keenam, aktivitas intelijen Australia ASIS yang menyadap informasi komunikasi TNI dan mencuri dokumen rahasia Indonesia. Berbagai analisis muncul untuk mengetahui motif Australia yang sebenarnya. Kemungkinan pertama, Australia memanfaatkan Timor Timur sebagai daerah penyangga (buffer zone) untuk menangkal gangguan keamanan dari utara, dalam hal ini Indonesia. Bila ia menguasai Timor Timur, segala sepak terjang Indonesia akan terpantau. Kemungkinan kedua, Timor Timur akan dijadikan daerah pemasaran barang dan jasa Australia. Kemungkinan ketiga, Timor Timur memiliki cadangan minyak dan gas yang sangat besar di Celah Timor dan tentu saja hal ini menarik perhatian banyak pihak, tidak terkecuali Australia . Oleh karena itu, permasalahan dalam negeri Indonesia terkait dengan masalah separatisme di Timor-timur menjadi terinternasionalisasi karena adanya campur tangan pihak-pihak asing di dalamnya.
INTERVENSI ASING DALAM KASUS TIMOR-LESTE
10:34 AM |
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment