RSS

Perjanjian Linggarjati dan Peran Tokoh-tokohnya

Di Indonesia awal diplomasi dimulai pada saat adanya Vacuum of Power di Asia Tenggara, sewaktu menyerahnya Jepang, kemudian Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya. Sesuai teori berdirinya sebuah negara, maka harus ada warga negara, wilayah, pemerintah, dan pengakuan dari negara lain. Ketiga unsur pertama sudah ada, tinggal pengakuan dari negara lain. Dapat dikatakan perjanjian Linggarjati merupakan salah satu strategi Indonesia untuk memperkokoh eksistensinya di dunia internasional dan menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia itu nyata adanya.
Terbentuknya Perjanjian Linggarjati tentunya tidak dapat dilepaskan dari latar belakang internasional dan nasional. Keadaan dunia pasca perang Pasifik dapat dikatakan masih belum stabil. Sekutu mulai berdatangan untuk menarik mundur seluruh pasukan Jepang yang ada dalam kawasan Hindia-Belanda, yang awalnya dipimpin oleh Jenderal Mac Arthur, lalu kemudian diserahkan oleh Laksamana Mountbatten. Pengiriman Tentara Inggris ke Indonesia dapat dikatakan relatif lama, yakni pada tanggal 26 September 1945 atau satu setengah bulan sejak diproklamirkannya kemerdekaan Republik Indonesia oleh Soekarno-Hatta. Namun dibalik itu, justru keadaan seperti inilah yang menguntungkan Indonesia. Pertama, api revolusi membara di seluruh Indonesia. Kedua, hal ini memberi kesempatan kepada Indonesia untuk mengorganisasi pemerintahnya dan menyusun kekuatan fisiknya. Dan ketiga, Laksamana Mountbatten menyadari bahwa keadaan yang dilaporkan oleh pihak Belanda tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Akhirnya, berdasarkan laporan dari para informan Inggris, Laksamana Mountbatten mengetahui bahwa telah berkobarnya semangat nasionalisme yang sangat tinggi pemuda-pemuda Indonesia untuk menegakkan kemerdekaan Indonesia seutuhnya. Selain itu, Mountbatten juga menyadari bahwa Indonesia dan Belanda sedang bersitegang mengenai permasalahan itu. Oleh karenanya, Mountbatten menentukan garis kebijakan, yakni tentara Inggris tidak akan campur tangan dalam perselisihan politik RI dan Belanda (seperti di tuntut Belanda). Tugas tentara Inggris sebenarnya adalah sebagai Recovery of Allied Prisoners of War Internees (RAPWI), terbatas pada pembebasan tahanan-tahanan sekutu, sipil, militer, serta memerintahkan penyerahan tentara Jepang, melucuti dan mengembalikan mereka ke Jepang . Walaupun begitu, pemerintah Hindia-Belanda tetap berusaha membantu supaya pihak Belanda dan Pihak Indonesia mencapai persetujuan Politik. Segera setelah satuan-satuan tentara Inggris mendarat, Inggris dibawah Jendral Sir Philip Christison pimpinan AFNEI (Allied Forces In the Nederland East Indies). Dalam menjalankan tugasnya melucuti tentara Jepang, meminta bantuan para pemimpin Indonesia sebenarnya dianggap bertentangan dengan instruksi yang diberikan/diperoleh, yaitu jadinya mengakui Indonesia sebagai negara yang legal/merdeka.
Pendaratan satuan-satuan Inggris pada awalnya jarang menimbulkan bentrokan dengan pemuda-pemuda Indonesia, sekalipun mereka sudah panas karena menyangka bahwa Inggris datang untuk menegakkan kembali Pemerintah Hindia Belanda. Pertempuran besar meletus di berbagai kota, menghadang Belanda yang bersembunyi di balik Sekutu. Semarang diguncang perang lima hari, 14-19 Oktober 1945. Sehari kemudian, Jenderal Sudirman dan Tentara Keamanan Rakyat bergelimang darah menahan laju tentara Sekutu di Ambarawa. Tak berapa lama, Surabaya membara pada 10 November 1945. Meskipun menghadapi kekuatan berpengalaman dan bersenjata lengkap, serta dibantu dari laut dan udara, pemuda-pemuda Surabaya yang tidak berpengalaman dan bersenjata terbatas dapat mempertahankan kotanya selama 4 hari .
Pada 14 November 1945, sistem presidensial diubah menjadi sistem parlementer. Sjahrir diangkat sebagai perdana menteri pertama. Tak berapa lama setelah pengangkatan Sjahrir, Inggris mengajak berunding. Namun sayangnya kabinet Sjahrir menjawab dengan maklumat, bahwa Indonesia tidak sudi berunding selama Belanda berpendirian masih berdaulat di Indonesia. Menanggapi reaksi dari Indonesia, Belanda lalu memblokade Jawa dan Madura. Tapi Sjahrir melakukan diplomasi cerdik. Meskipun dilanda kekurangan pangan, Sjahrir memberikan bantuan beras ke India pada Agustus 1946. Tindakan Sjahrir ini membuka mata dunia. Semula Belanda enggan melakukan kontak dengan pihak Republik karena paksaan Inggris karena serta opini dunia, Belanda dengan berat hati terpaksa menghadapi Indonesia di meja perundingan.
Seperti bermain catur, sedikit demi sedikit Sjahrir terus mencoba menekan pemerintah Belanda melalui diplomasi. Ia terus-menerus mengupayakan agar Indonesia dan Belanda duduk di meja perundingan. Kesempatan pertama datang dalam perundingan di Hoge Veluwe, Belanda, 14-16 April 1946. Ketika itu Indonesia mengajukan tiga usul: pengakuan atas Republik Indonesia sebagai pengemban kekuasaan di seluruh bekas Hindia Belanda, pengakuan de facto atas Jawa dan Madura, serta kerja sama atas dasar persamaan derajat antara Indonesia dan Belanda. Usul itu ditolak Belanda.
Peluang berunding dengan Belanda terbuka lagi ketika Inggris mengangkat Lord Killearn sebagai utusan istimewa Inggris di Asia Tenggara, sekaligus penengah konflik Indonesia-Belanda. Konsulat Inggris di Jakarta mengumumkan, selambat-lambatnya pada 30 November 1946 tentara Inggris akan meninggalkan Indonesia . Kabinet baru Belanda kemudian mengutus Schermerhorn sebagai Komisi Jenderal untuk berunding dengan Indonesia. Schermerhorn dibantu tiga anggota: Van Der Poll, De Boer, dan Letnan Gubernur Jenderal H.J. Van Mook. Perundingan inilah yang kemudian terjadi di Linggarjati dan disebut sebagai perjanjian Linggarjati.


PERANAN TOKOH-TOKOH INDONESIA DI BALIK LAYAR PRJANJIAN LINGGARJATI


1. SJAHRIR
Di pemerintahan, sebagai ketua Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP), ia menjadi arsitek perubahan Kabinet Presidensil menjadi Kabinet Parlementer yang bertanggung jawab kepada KNIP sebagai lembaga yang punya fungsi legislatif. RI pun menganut sistem multipartai. Tatanan pemerintahan tersebut sesuai dengan arus politik pasca-Perang Dunia II, yakni kemenangan demokrasi atas fasisme. Kepada massa rakyat, Syahrir selalu menyerukan nilai-nilai kemanusiaan dan anti-kekerasan. Dengan siasat-siasat tadi, Syahrir menunjukkan kepada dunia internasional bahwa revolusi Republik Indonesia adalah perjuangan suatu bangsa yang beradab dan demokratis di tengah suasana kebangkitan bangsa-bangsa melepaskan diri dari cengkeraman kolonialisme pasca-Perang Dunia II. Pihak Belanda kerap melakukan propaganda bahwa orang-orang di Indonesia merupakan gerombolan yang brutal, suka membunuh, merampok, menculik, dll. Karena itu sah bagi Belanda, melalui NICA, menegakkan tertib sosial sebagaimana kondisi Hindia Belanda sebelum Perang Dunia II. Mematahkan propaganda itu, Syahrir menginisiasi penyelenggaraan pameran kesenian yang kemudian diliput dan dipublikasikan oleh para wartawan luar negeri.
Selain mematahkan propaganda dengan menginisiasi penyelenggaraan kesenian, Sutan Syahrir juga melakukan diplomasi beras yang aktif di mulai sejak April 1946. Walaupun pada saat itu keadaan Indonesia masih sangat papa, Syahrir tetap bersikukuh untuk mengirimkan 500.000 ton beras ke India yang sedang dilanda bencana kelaparan. Sebagai gantinya beras tersebut ditukar dengan obat-obatan dan tekstil. Jawaharlal Nehru, yang terpukau oleh uluran tangan Sjahrir, lantas mengadakan Asians Relations Conference di New Delhi dan mengundang Sjahrir. Diplomasi ini ternyata membawa dampak positif bagi Indonesia. Selain mendapatkan “kawan”, Indonesia dinilai semakin eksis dalam pergaulan Internasional.

2. Peranan Mr. Soesanto Tirtoprodjo

Mr. Soesanto Tirtoprodjo (Solo, Jawa Tengah, 1900 - 1969) adalah negarawan Indonesia yang pernah duduk sebagai Menteri Kehakiman dalam enam kabinet yang berbeda, mulai Kabinet Sjahrir III sampai Kabinet Hatta II. Sebagai orang yang duduk dalam sebuah cabinet pemerintahan tentunya Mr. Soesanto Tirtoprodjo, memiliki kewajiban dan kewenangan dalam mengikuti perjanjian Linggarjati, karena selain sebagai Mentri kehakiman dalam kabiner narsi ia juga terkenal sebagai tokh pergerakan nasional. Sebagai tokoh pergerakan Nasional Mr. Soesanto Tirtoprodjo bergabung Partai Indonesia Raya di Surabaya dan turut terlibat sebagai pengurus partai. Setelah merdeka, Soesanto berkecimpung dalam pemerintahan sebagai Bupati Ponorogo dan residen Madiun (1945-1946) serta Menteri Kehakiman (1946-1950).
Pada saat di tandatanganinya isi perjanjian Linggarjati pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana Rijswijk, sekarang Istana Merdeka, Jakarta. Dimana perjanjian Linggajati ini dari pihak RI ditandatangani oleh Sutan Sjahrir, Mr.Moh.Roem, Mr.Soesanto Tirtoprodjo, dan A.K.Gani, sedangkan dari pihak Belanda ditandatangani oleh Prof.Schermerhorn, Dr.van Mook, dan van Poll. Dalam isi perjanjian itu tercantum bahwa secara de pacto Belanda mnegakui Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa, dan Madura. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama RIS, yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia. Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda selaku ketuanya.

Dengan demikin Mr. Soesanto Tirtoprodjo yang saat itu menjabat sebagai mentri kehakiman, merupakan salah satu orang yang berperan dalam perjanjian Linggarjati, selain orang yang mengikuti (delegasi Indonesia) ia juga termasuk salah satu orang yang ikut menandatanganni isi perjanjian Linggarjati, walaupun memang pada saat itu tidak semua cabinet menyetujui isi perjanjian dengan berbagai alasan. Dengan ikut menandatanganni isi perjanjian berarti Mr. Soesanto Tirtoprodjo merupakan orang yang bertanggung jawab dalam tugasnya. Sebagai orang yang bertanggung jawab tentunya, ia tidak akan melepaskan begitu saja apa yang terlah dilakukannya, termasuk dalam perjanjian Linggarjati, Mr. Soesanto Tirtoprodjo tetap menandatanganinya walaupun dalam tekanan orang lain yang tidak mau menerima hasil perjanjian Linggarjati.


3. Peranan A. K. Gani

A.K. Gani, seorang yang di lahirkan di Sumatra Barat merupakan tokoh kemerdekaan Indonesia karena beliau merupakan bagian dari susunan kabinet Syahril, yang mana A. K. Gani pada saat itu menjabat sebagai anggota konstituante dan sekaligus delegasi Indonesia dalam perundingan Lingarjati yang dilaksanakan di Kuningan Jawa Barat. Sebagai delegasi tentunya ia akan memberikan sumbangan pemikiran dalam isi perundingan yang disepakati kedua belah pihak baik oleh Delegasi Indoneisia maupun delegasi Belanda.

Pada saat di tandatanganinya isi perjanjian dilakukan di Jakarta, A. K. Gani yang merupakan salah satu delegasi Indonesia dari empat tokoh yang hadir dalam perundingan maka beliau juga ikut menandatanganinya, sebagai bentuk tanggung jawab terhadap kesepakatan yang tellah dibuatnya sekalipun di dalam tubuh Indonesia sendiri ada perpecahan, ada yang setuju dan ada yang tidak dengan berbagai alasan yang diberikan masing-masing.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 comments:

Duwi Santosa said...

Makasih banget udah share mengenai perjanjian linggarjati... salam kenal kawan...