Dalam perekonomian internasional, Jepang merupakan salah satu negara di Asia yang tingkat perekonomiannya sangat maju dan bahkan dapat menyaingi Amerika Serikat. Padahal kita tahu bahwa setelah PD II, perekonomian Jepang begitu terpuruk dan industri-industri vitalnya hancur. Tapi, dalam jangka waktu yang dapat dikatakan singkat, Jepang muncul sebagai aktor baru dalam perekonomian dunia yang pasar ekspornya begitu maju dan membanjiri pasar dunia. Keberhasilan jepang tentunya tidak dapat dipisahkan dari sejarahnya, dimana pemerintah menjadi sponsor bisnis utama dengan maksud untuk mengejar ketertinggalan Jepang dari barat, dan para pebisnis menerima bantuan pemerintah dengan terbuka. Dalam perkembangannya, di era 1930an pemerintah militer memaksa pebisnis untuk menjadi kaki tangan pemerintah demi kepentingan perang. Namun, semasa okupasi Amerika, konsep kebebasan dalam berbisnis dikenalkan sehingga campur tangan pemerintah dalam bisnis tidak sekuat sebelumnya.
Saat ini, dapat dikatakan bahwa kemajuan perekonomian serta perindustrian jepang tidak terlepas dari peran pebisnis. Dengan tradisi dan adat yang sudah mendarah daging di dalam sistem sosial Jepang, tentu hal ini sangat mendukung keberhasilan suatu perusahaan dalam persaingan. Seperti yang kita ketahui bahwa organisasi bisnis Jepang yang besar, kebanyakan merupakan usaha keluarga. Hal inilah yang menjadi kritik saya, apa yang dilakukan pemerintah Jepang saat ini yaitu membuka pasar asing untuk membeli saham perusahaan keluarga tampaknya sudah benar. Di satu sisi hal ini berguna untuk menghindari adanya monopoli perdagangan, disisi yang lain hal ini dapat membangkitkan gairah investasi asing karena perusahaan-perusahaan besar yang biasanya merupakan usaha grup keluarga, biasanya sangat potensial.
Selain itu, kontrol pemerintah terhadap perdagangan dan perindustrian yang dipegang oleh MITI, memberlakukan adanya penyerataan penggunaan teknologi di setiap perusahaan, hal ini dilakukan agar terhindar dari usaha monopoli dan persaingan yang tidak sehat antar perusahaan. Dalam poin ini, yang menjadi kritik saya adalah keadaan ini memungkinkan adanya tindak korupsi dimana perusahaan-perusahaan besar bisa saja menyuap agar MITI dapat mengendurkan pengawasan mereka terhadap perusahaan-perusahaan tersebut.
Hubungan antara pebisnis, birokrat, dan pemerintah sangatlah dekat dan memiliki hubungan yang menurut saya (sebagian besar) merupakan simbiosis mutualisme. Logikanya, yang menjadi tonggak kemajuan Jepang adalah para pebisnis, dan pemerintah serta birokrat, tentunya membutuhkan sokongan dana yang tidak sedikit dalam melaksanakan kebijakan atau dana kampanye. Disinilah kesempatan besar pebisnis untuk membackup para politisi dan birokrat untuk dapat memiliki hak dlaam setiap keputusan. Kelemahannya, keputusan yang diambil kebanyakan membela kepentingan pebisnis tersebut dan mengesampingkan opsi-opsi lainnya. Selain itu, walaupun dapat dikatakan bahwa pemerintah Jepang sangat memperhatikan industri kecilnya, ada situasi dimana hasil produksi indutri kecil tersebut tidak dapat survive dalam persaingan perdagangan dan perindustrian. Lalu, dikarenakan industrial policy di jepang begitu memproteksi para perusahaan maupun aktor dagang dan lebih menguatkan industri domestiknya, hal ini memungkinkan terjadinya hambatan dalam masuknya pemain baru dalam pasar serta kartel-kartel di dalam sektor perekonomian yang kurang berkembang, seperti industri bahan kimia atau barang-barang konsumsi tertentu.
Selain itu, seperti yang sudah saya paparkan diatas, bahwa tradisi sosial masyarakat Jepang sangat mendukung kemajuan perusahaan. Contohnya adalah sistem lifetime employees dan dominasi kaum tua yang sudah sangat berpengalaman. Yang menjadi kritik disini adalah tidak ada jaminan di masa depan bahwa sistem yang sudah ada dapat berjalan dengan lancar. Loyalitas pekerja dari golongan muda kepada perusahaannya mulai dipertanyakan. Tenaga kerja yang mulai merosot terkait komposisi populasi Jepang yang dipenuhi generasi tua, ternyata tidak serta merta menjadikan Jepang terbuka dengan masuknya pekerja imigran, seperti yang terjadi di AS dan Eropa. Sikap ini menimbulkan kesulitan bagi Jepang untuk mendapatkan tenaga kerja murah, serta menciptakan permasalahan sosial lainnya.
Dapat disimpulkan bahwa seidealnya model perekonomian Jepang yang menjadi contoh banyak negara, tetap saja memiliki celah-celah kelemahan yang kelihatannya sepele, tapi bisa saja hal itu menjadi penyebab fatal kelemahan perekonomian suatu negara.
Kelemahan Perekonomian Jepang
7:24 PM |
Labels:
Kawasan Asia Timur
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment