RSS

Keberhasilan Uni Eropa dalam Mempertahankan Eksistensinya di tingkat Regional dan Internasional

Untuk menjawab fenomena ini, penulis menggunakan teori Realisme, dimana salah satu kontribusi yang diberikan realisme adalah perhatiannya terhadap permasalahan relative gains dan absolute gains. Merespon kalangan institusionalis yang beranggapan bahwa institusi internasional memungkinkan negara meninggalkan keuntungan jangka pendek untuk meraih keuntungan jangka panjang, para realis seperti, Joseph Grieco dan Stephen Krasner menyatakan bahwa sistem yang anarkis memaksa negara untuk memperhatikan secara bersamaan: 1) absolute gains dari kerjasama dan; 2) aturan main dalam distribusi keuntungan di antara partisipan. Logikanya adalah, jika sebuah negara mendapatkan keuntungan lebih besar dari yang lain maka ia secara gradual akan semakin kuat. Sementara negara yang lain akan semakin rentan (vulnerable) .

Selain itu, Realisme berpandangan bahwa politik internasional adalah arena bagi konflik kepentingan-kepentingan negara. Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan jumlah anggota Uni Eropa sebanyak 27 negara, hal ini memicu adanya pergesekan kepentingan nasional yang terkadang susah untuk dikompromikan, sehingga menghasilkan hierarki di suatu institusi internasional karena peran negara yang terlalu dominan .

Teori selanjutnya adalah teori interdependensi. Dapat dikatakan, bahwa banyak pihak yang beranggapan bahwa sistem internasional sekarang ini dikarakterkan oleh meningkatnya interdepedensi atau saling ketergantungan. Peran institusi-institusi internasional yang turut mempengaruhi sejumlah prinsip operasional dalam sistem internasional, semakin memperkukuh ide-ide bahwa hubungan-hubungan yang terjalin dalam perpolitikan internasional dikarakterkan oleh interdepedensi . Adanya hubungan interdependensi diantara Negara-negara di kawasan Eropa inilah yang mendorong terwujudnya suatu integrasi yang menghasilkan pembentukan Uni Eropa .


Menurut pandangan realis, dalam sistem global seperti saat ini diperlukan adanya Balance of Power, dimana Uni Eropa muncul sebagai kekuatan penyeimbang dari hegemoni Amerika Serikat. Oleh karena itu, Uni Eropa selalu berusaha meningkatkan pasar ekonomi, dan lain sebagainya agar BoP tersebut tetap terwujud. Dengan meningkatnya eksistensi Uni Eropa, tentu saja sepak terjang Uni Eropa patut diperhitungkan oleh dunia, karena keberadaan institusi ini tentunya tidak dapat diremehkan. Selain itu, negara-negara berkembang tentunya tidak akan melewatkan tawaran kerjasama dengan Uni Eropa, karena tentu saja keuntungan yang dapat diperoleh adalah keuntungan jangka panjang dan mulai memperhatikan Absolute Gains dari kerjasama yang dilakukan dan aturan main dalam pendistribusian keuntungan kesetiap partisipan. Menurut penulis, hal ini jugalah yang mendorong negara-negara periphery yang berada dalam kawasan Eropa untuk berintegrasi dengan Uni Eropa dikarenakan keuntungan-keuntungan yang diperoleh tentunya bersifat jangka panjang dengan harapan dapat meningkatkan dan memperbaiki kondisi negara mereka. Tapi dibalik keuntungan yang didapat, adakalanya anggota Uni Eropa memperoleh kerugian yang dianggap merupakan salah satu konsekuensi bergabung dengan suatu institusi internasional .

Bertahannya rezim Uni Eropa ini dalam jangka waktu yang lama juga dipicu akan adanya isu Enlargement, dimana Uni Eropa selalu berusaha untuk memperluas pasar dan hegemoninya dengan memperbesar wilayahnya. Perluasan Uni Eropa adalah pilihan politik strategis. Untuk memainkan peran penting dalam multi polaritas dunia saat ini, Uni Eropa telah menyerap lebih banyak negara yang memenuhi syarat sebagai anggota untuk meningkatkan kekuatan politik dan militernya, termasuk negara-negara kawasan Eropa Timur. Di samping itu, strategi perluasan ke arah timur dari UE adalah pertimbangan manfaat ekonomi. Di satu sisi, kecenderungan globalisasi ekonomi diperkuat dari hari ke hari, dan UE berharap untuk memiliki pasar besar yang bersatu di Eropa. Di sisi lain, negara Eropa Timur mengalami reformasi dan transisi, dan kapasitas pasar lebih dari 100 juta orang, sumber daya alam yang melimpah, dan tenaga kerja yang memiliki kualitas relatif tinggi. Pada saat itu, negara-negara Eropa Barat menghadapi resesi ekonomi dan krisis keuangan, dan negara-negara Eropa Barat membantu untuk mengajak atau mengambil lebih banyak negara di Eropa Timur ke dalam Uni Eropa untuk memperbesar pasar.

Namun, diluar berbagai kepentingan Uni Eropa dalam masuknya Eropa Timur, yang menjadi fokus adalah bahwa apa yang menjadi permasalahan ekonomi di Eropa Timur juga menjadi tantangan tersendiri bagi Uni Eropa. Permasalahan ekonomi merupakan hal yang cukup penting dan dikhawatirkan akan memecah belah Uni Eropa, dimana Uni Eropa adalah regionalisme yang mengutamakan ekonomi. Dalam kasus mengenai dampak krisis global yang juga dirasakan oleh negara-negara Eropa Timur, Januari 2009, IMF memperkirakan bahwa Eropa Timur akan mengalami resesi sehubungan dengan anjloknya permintaan terhadap produk ekspor Eropa Timur. Perekonomian Eropa Timur mengalami penurunan. Penurunan tingkat ekonomi, peningkatan jumlah pengangguran, dan melemahnya mata uang meningkatkan resiko gagal bayar . Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Uni Eropa, perekonomian Hungaria telah mengalami kemerosotan bahkan mengalami defisit anggaran hingga mencapai level 21 miliar dollar atau senilai dengan Rp 231 triliun pada kurun waktu kuartal keempat tahun 2008 lalu. Kondisi tersebut belum lagi ditambah oleh anjloknya tingkat ekspor barang hingga sebesar 1,3% pada periode yang sama.

Pemberian bantuan modal kepada negara-negara Eropa Timur sebagai langkah awal peningkatan perekonomian kemudian juga menjadi tantangan berat bagi Uni Eropa karena hal ini berkaitan dengan adanya kesenjangan ekonomi antara negara-negara anggota baru dan anggota lama. Dalam KTT Uni Eropa Februari 2009 lalu, dibahas wacana pemberian bantuan kepada Eropa Timur berupa dana talangan senilai miliaran euro yang kemudian menimbulkan banyak reaksi. Eropa Timur yang diwakili Polandia, Donald Tusk, menyatakan bahwa Eropa Timur menkhawatirkan melemahnya solidaritas negara-negara kaya (Eropa Barat). Sedangkan dari Jerman, Angela Merkel berpendapat kebijakan pemberian dana bantuan oleh Uni Eropa akan cenderung tidak efektif mengingat cukup besarnya jumlah bantuan yang sebelumnya diberikan . Presiden Komisi UE, Jose Manuel Barosso juga menyatakan bahwa Eropa Timur telah mendapatkan bantuan dari UE, Bank Dunia, dan institusi finansial lain, sehingga belum membutuhkan dana talangan tambahan .

Penolakan tersebut juga ditengarai negara-negara Eropa Timur belum juga membuat sebuah kebijakan ekonomi yang memprioritaskan kepada pemulihan ekonomi setelah Eropa dihantam krisis. Bagaimanapun negara-negara Eropa Timur tersebut telah meggunakan Euro sebagai mata uang mereka, dimana pengadosian mata uang Euro terhadap mata uang domestik negara mereka sendiri yang pastinya menemui berbagai halangan, masalah, dan hambatan, akan sangat berpegaruh dalam kestabilan nilai tukar Euro secara keseluruhan .

Tantangan Uni Eropa lainnya adalah dalam merekonstruksi sistem dan kelas-kelas pekerja agar dapat tercipta manajemen perusahaan yang baik dan mengatasi arus perpindahan imigran dari Eropa Timur yang pindah ke beberapa negara kawasan Eropa barat yang bermaksud untuk mencari pendapatan yang lebih tinggi dan penghidupan yang lebih terjamin. Dapat dikatakan bahwa para pekerja di Eropa Timur merupakan pekerja yang cakap dan bermotivasi tinggi, yang menjadi tantangannya adalah bagaimana memaksimalkan potensi SDM yang ada atau bahkan lebih ditingkatkan lagi, hingga Perindustrian Eropa Timur dapat menyaingi negara-negara anggota lainnya, sebagai contoh, General Motors membuka pabrik baru senilai $ 535 juta dolar di Polandia Selatan . Uni Eropa juga menghadapi tantangan dalam memberikan pengertian bahwa di negara Eropa Timur sendiri masih bisa mendapatkan penghasilan yang tinggi dan hidup yang terjamin, agar SDM mereka yang berkualitas dapat turut menaikkan perekonomian negara mereka .

Dengan dijabarkannya kepentingan kedua belah pihak untuk bersatu, dapat dikatakan bahwa interdependensi antara UE dan Eropa Timur sangat kuat. Tidak dapat dipungkiri bahwa kedua belah pihak saling bergantung dan membutuhkan satu sama lain. Selain perluasan wilayah dan perekonomian pasar di tingkat regional, tentunya eksistensi Uni Eropa dapat bertahan lama sebagai suatu institusi internasional juga tidak luput dalam perannya di tingkat internasional. UE berusaha memperluas jaringan marketnya dengan membidik Asia sebagai pasar yang potensial. Terbukti dengan terbentuknya Asia-Europe Meeting (ASEM) yang merupakan entry point yang luar biasa pada sejarah kerjasama Euro Asia dimana untuk pertama kalinya 25 negara dari kedua benua duduk bersama menyepakati perlunya kedua wilayah untuk berbagi tanggung jawab dalam membangun saling pemahaman yang lebih besar . Kesediaan UE beserta negara-negara anggotanya menyepakati pembentukan ASEM tentu bukan tanpa sebab. ASEM merupakan salah satu saluran bagi eropa untuk merealisasikan kepentingan ekonomi politiknya di kawasan ASIA. Caranya adalah dengan turut aktif menjadi bagian dari proses dialog di dalam ASEM, mengusulkan berbagai agenda dialog, menyeponsori pembentukan badan-badan di dalam ASEM yg sejalan dengan kepentingannya serta mengusulkan berbagai inisiatif. UE juga memanfaatkan forum ASEM untuk menjalin dan atau memperkuat kerjasama bilateralnya dengan negara2 asia dalam kerangka kerjasama “Negotiation for Partnership and Cooperation Agreements” (PCAs) dan memanfaatkan ASEM untuk mendukung agenda WTO UE terhadap negara-negara berkembang (dikawasan asia).

Bentuk kerjasama kedua yang dinilai turut mengukuhkan posisi UE dalam perpolitikan internasional adalah kerjasama dalam bidang pertahanan dan kemanan. Kerjasama-kerjasama yang terjadi ini oleh banyak pihak diungkapkan sebagai sebuah langkah maju dari UE, bahkan lebih ekstrem lagi kerjasama-kerjasama kontemporer yang dibuat UE mengarah pada terbentuknya sebuah pakta pertahanan. Dari beberapa kerjasama-kerjasama yang terjadi, yang paling menonjol adalah pembentukan pasukan gerak cepat Eropa. Pada KTT di Helshinki, bulan Desember 1999, menyepakati berbagai keputusan yang akan menentukan langkah-langkah dan kebijakan UE di masa yang akan datang. Salah satu keputusan penting yang diambil adalah rencana pembentukan pasukan gerak cepat ( Europe's rapid reaction Force) dalam rangka mengurusi masalah-masalah yang berkaitan dengan kemanusiaan, penyelamatan, menjaga perdamaian dunia dan penyelesaian krisis atau konflik .

Menurut Javier Solana yang merupakan kepala perwakilan tinggi common foreign and security policy, keputusan pembentukan pasukan ini memberikan kontribusi yang efektif terhadap keamanan dunia secara umum dan sejak itu pulalah EU telah membuat kebijakan baru yang permanen secara politik dan militer untuk menjadi badan pengambil keputusan di bidang pertahanan, keamanan, serta operationalnya sehari-hari . Untuk semakin memperkuat kinerja CFSP, maka di bentuklah European Security and Defence Policy (ESDP) yang dilatarbelakangi alasan memberikan UE kapabilitas baik secara militer dan non-militer agar dapat ikut serta dalam menjalankan tugas-tugas seperti menjaga perdamaian, penyelesaian konflik, tugas-tugas kemanusiaan, dan bahkan sebagai satuan tempur guna menghadapi serangan dari luar.

Dari ulasan diatas dapat disimpulkan bahwa upaya-upaya yang dilakukan oleh Uni Eropa untuk mempertahankan pengaruhnya dalam jangka waktu yang lama adalah dengan memperluas pengaruh dan hegemoninya dengan cara enlargement atau perluasan wilayah. Semakin banyak negara di kawasan Eropa masuk sebagai anggota UE, maka ideologi dan pengaruh UE di segala bidang pun dapat semakin luas. Di tingkat internasional, UE menjalin kerjasama dengan berbagai negara dan kawasan lain untuk menunjukkan eksistensi dan peran UE dalam dunia internasional begitu besar. Sejumlah tokoh seperti Paul Valery misalnya, mengharapkan agar UE dapat mengembangkan keanggotaan EU ke Asia ( EURASIA) sehingga akan terjadi satu integrasi harmonis antara negara hiperindustri dengan negara yang masih tertinggal di belakangnya.


DAFTAR PUSTAKA
Smith, Steve.1997. ‘New Approaches to International Theory’ di dalam John Baylis & Steve Smith (ed.), The Globalization of World Politics: Introduction to International Relations. Oxford University Press. New York.
Burchil, Scott dan Linklat er, Andrew. 1996. Theory Of Internastional Relations. Macmilan Press. New York.
Hans J morgenthou. 1990. Politik Antar Bangsa. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Martin Jacques, 2008. The End of The World War II and The Birth of New Global Order. Penguin. London.
Anthony Hay, H. Sicherman. 2001. Europe's Rapid Reaction Force: What, Why, And How, Journal of Foreign Policy Research Institute.
Javier solana. 2000. EU Military is No Threat to NATO, The Wall Street journal Europe
Karen A Mingst, 2003. Essentials of International Relations. Norton. New York.
Susanto, Dwi dan Djafar, Zainuddin, 1990. Perubahan Politik Di Negara-Negara Eropa Timur, PT Gramedia Pustakan Utama, Jakarta.
European Union. Key Facts and Figures about Europe and The Europeans. 2007. European Communities: Luxembourg

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments: