• Pola Demokrasi Cina
Cina merupakan negara dengan sistem demokrasi yang unik. Demokrasi yang dimiliki oleh Cina, berbeda dengan demokrasi a la barat yang merupakan asal mula demokrasi di dunia. Esensi dari bentuk demokrasi Cina adalah berdasar pada ideologi Lenin mengenai legitimasi revolusi sosialis sebagai fondasi pembangunan demokrasi dengan membentuk masyarakat sebagai penguasa negara. Konstitusi 1954 menetapkan bahwa “semua kekuasaan Bangsa Republik Cina berdasar pada kekuatan rakyat” dan semua warga negara “memiliki kebebasan bersuara, kebebasan pers, kebebasan mengadakan kegiatan dan kebebasan untuk melakukan protes.” Apologi kontemporer bersikeras bahwa demokrasi sosialis telah terbangun dan memiliki pola yang tetap dan mantap. Hal ini berdasarkan perkataan Lenin yang mengatakan : “demokrasi proleterian berjuta kali lebih demokratis dibandingkan dengan republik borjuis ; Kekuatan Uni Soviet berjuta kali lebih demokratis daripada republik borjuis paling demokratis dimanapun.” Hal ini kemudian yang membuat masyarakat Cina dapat menerima bahwa kediktatoran merupakan demokrasi.
Setiap konstitusi yang muncul di China sejak tahun 1954 selalu menjamin hak-hak politik dasar bagi para warga negaranya. Pasal 32 dari Konstitusi 1982 sesungguhnya menjamin kebebasan berbicara, pers, berserikat dan berdemonstrasi tetapi pelaksanaannya dibatasi oleh “ Empat Prinsip Dasar” Deng XiaoPing. “Empat Prinsip Dasar” ini secara eksplisit menjamin hak-hak politik rakyat selama pelaksanaannya tidak bertentangan dengan jalan sosialis, kediktatoran, rakyat demokratis, kepemimpinan partai dan inti ajaran Marxisme-Leninisme-Maoisme.
Dalam rencana membangun demokrasi Cina hal yang sangat dirasakan penting untuk ditingkatkan adalah sektor swasta. Sektor swasta dalam demokrasi Cina adalah private entrepeneurs. Selama pembangunan demokrasi Cina, banyak yang berspekulasi bahwa jumlah penduduk yang cukup banyak dapat digunakan sebagai kekuatan dalam demokratisasi. Namur, pertanyaannya kemudian, apakah kaum muda yang ada sekarang paham akan demokrasi kapitalis yang sesungguhnya, dimana terdapat pembagian identitas yang sama dan penyampaian keinginan. Selain itu, terdapat pula perdebatan akan kekurangan – kekurangan private entrepeneurs, hal ini kemudian diperlukannya beberapa penyesuain dengan sistem yang ada.
Pada masa transisi demokrasi pihak pengusaha swasta Cina, yang tadinya tidak begitu mendapat perhatian, justru memiliki potensi demokrasi. Banyak studi mengenai hubungan sektor swasta dengan masa transisi demokrasi, melihat fenomena tersebut melalui dua pendekatan yaitu voluntaris dan strukturalis. Yang pertama, dari perspektif voluntaris, dimana pihak-pihak elit politik yang menginginkan adanya reformasi agar mereka dapat bergabung dengan pihak pengusaha swasta dengan tujuan untuk melepaskan diri dari aturan otoritas di Cina. Yang kedua, dari perspektif strukturalis, pengusaha swasta dapat berkembang menjadi kelas kapitalis pro-demokrasi.
1. ELITECENTRIC PATH TO DEMOCRATIZATION
Demokrasi menurut voluntaris fokus kepada proses tawar-menawar antara faksi elit dengan mereka yang berada di pihak oposisi pro-demokrasi pada saat rezim otoriter. Beberapa faksi elit politik, yang menginginkan adanya reformasi, bersedia memfasilitasi transisi demokrasi. Namun jika para kapitalis ikut ambil bagian dalam proses tersebut maka keikutsertaan mereka tersebut akan memotivasi pemerintah dalam rezim yang berkuasa untuk meminimalisir pengeluaran dan mengancam dengan dalih kehilangan kepercayaan diri untuk melindungi kepentingan material mereka. Para pengusaha akan ikut berbaur jika mereka merasa institusi yang demokratis melindungi kepentingan mereka. Hal ini akan menimbulkan sebuah dilema, karena jika kapitalis tidak dilarang dan kepentingan para pengusaha tidak terancam, maka para elit politik akan sulit untuk mendorong adanya perubahan demokrasi. Dengan kata lain, dalam pendekatan ini, pengusaha mempunyai peranan penting dalam perubahan demokratisasi di China.
2. CLASSCENTRIC PATH TO DEMOCRATIZATION
Teori strukturalis atau yang berdasarkan kelas memiliki bermacam-macam pandangan dalam menekankan kepada kontribusi relatif dalam usaha melawan kelas menengah dan tipe-tipe kelas aliansi yang memimpin pada hasil demokratis. Akan tetapi mereka setuju dengan logika Marxis bahwa industrialisasi dalam lingkungan kapitalis memberikan reaksi terhadap hubungan baru diantara alat produksi. Ini memberikan landasan untuk struktur kelas yang berbeda dan dibawah kondisi tertentu, memimpin kepada pembentukan dan praktek kelas. Pada saat itu kelas kapitalis dipandang akan mencari akses yang lebih besar ke dalam sistem politik untuk melindungi properti mereka dan membenarkan kontribusi mereka bagi negara dalam semangat “no taxation without representation”. Menurut Weberian, prekondisi terhadap terhadap kapitalis koheren dapat memunculkan aksi kolektif yang dapat membentuk suatu “keadaan” untuk terbentuknya demokrasi. Revolusi borjuis yang diobservasi Moore (1966) di Inggris, AS dan Perancis menunjukkan jalur kausal ini, dimana borjuis, yang berarti pedagang swasta, beraksi secara kolektif dalam rangka mempertahankan kepentingan material di tiap negara masing-masing. Apakah pengusaha swasta di Cina akan bermobilisasi dan meminta demokrasi untuk mempertahankan kepentingan kelas mereka? Analisis empiris menerangkan bahwa pembentukan kelas tidak terjadi diantara kapitalis Cina karena mereka memiliki identitas sosial yang berbeda, bergantung pada jaringan dan sumber yang berbeda, dan tidak memiliki jenis keluhan yang sama untuk melawan negara.
China merupakan negara komunis yang berusaha menyelipkan esensi demokrasi melalui demokratisasi dalam hal ekonomi, meskipun hal tersebut tak terlalu cukup tampak apabila dilihat dari lapisan enterpreneur yang sebagian besar terdiri dari rakyat kecil. Enterpreneur mendapatkan akses ke negara dalam hal sosial, politik, dan ekonomi. Tipologi hipotesis menunjukkan batas-batas formasi kelas di antara para wiraswastawan. Para wiraswasta harus memiliki kemampuan (ability) untuk merusak rezim otoritarian dan mendorong kearah alternatif demokrasi demi pengembangan sektor swasta, serta keinginan (desire) untuk mengkonfrontasikan negara. Wiraswasta dapat membuka perusahaan di beberapa negara melalui usaha individu maupun organisasi. Sementara itu, maksud dari keinginan untuk mengkonfrontasikan negara adalah kesediaan wiraswasta untuk mempertahankan kepentingannya dengan tegas. Oleh karena itu, para enterpreneur China diharapkan dapat memasuki kategori assertive untuk mengimbangi implementasi demokratisasi, khususnya dalam bidang ekonomi di China yang menerapkan sistem komunisme.
Adapun ketiga kategori enterpreneur dalam akses politik atau strategi politik adalah sebagai berikut.
a. Avoidant Strategies
Strategi ini menunjukkan adanya kekurangan demokrasi dalam akses politik yang dimiliki oleh enterpreneur. Padahal China merupakan negara yang berusaha mendemokratisasikan perekonomiannya. Ini dibuktikan pada wiraswasta avoidant tidak terdaftar dalam ICMB ataupun PEA. Selain itu hal tersebut membuktikan partisipasi yang kecil dari para enterpreneur, untuk melibatkan diri ke dalam akses politis dalam hubungannya dengan negara. Hal tersebut secara praktikal dapat terlihat dari kurangnya keinginan (desire) para enterpreneur tersebut untuk menyuarakan hak-haknya dan melaksanakan kewajibannya melalui legal regulation yang dirancang oleh pemerintah China bagi para enterpreneur.
b. Acceptant Strategies
Secara implementasinya, kategori ini masih dibagi lagi menjadi dua, yaitu grudgingly acceptant dan loyally acceptant. Pada intinya, kategori ini merupakan transisi dari kategori avoidant untuk menuju tingkat assertive, dimana inti demokrasi dalam hal enterpreneurship dapat terjadi sebagaimana mestinya. Para enterpreneur dalam kategori ini melakukan relasi dengan pemerintahan, seperti mendaftarkan diri mereka ke ICMB atau PEA, dan melaksanakan kewajiban membayar pajak atau denda sebagaimana mestinya.
Namun dalam praktiknya, inti demokrasi masih kurang terimplementasikan. Akses politis hanya berlaku sebagai wacana bagi para enterpreneur dalam meneruskan usahanya, tanpa memahami apa itu inti hak-hak ekonomi yang semestinya mereka peroleh sebagai enterpreneur yang telah membayar pajak dan atau denda dengan sewajarnya.
c. Assertive Strategies
Kategori ini merupakan satu-satunya unsur yang mendukung terciptanya reformasi demokratis dalam dunia wirausaha di China. Hal tersebut dilatarbelakangi sebuah poin berupa partisipasi para enterpreneur dalam akses politis kepada negara atau pemerintahan. Enterpreneurship yang disokong oleh kuatnya finansial, sebuah kelompok yang mengangkat kepentingan dan kebutuhan mereka kepada pemerintah, menjadi latar belakang mengapa dalam kategori ini reformasi demokratisasi dapat dilaksanakan. Apalagi dalam beberapa daerah terdapat aliansi enterpreneur berbentuk asosiasi yang didaftarkan melalui Civil Affairs Bureau dan ditetapkan sebagai nonprofit societies, dan bertujuan untuk membantu masyarakat yang kurang mampu. Dengan kata lain, dalam kategori ini, organisasi-organisasi ekonomi atau korporasi telah mempunyai akses yang luas, jaringan yang tidak terbatas, terutama dalam hubungannya dengan pemerintah. Oleh karena itu, terdapat hubungan yang sangat signifikan bagi para enterpreneur untuk menyuarakan kepentingan dan hak-hak mereka terhadap pemerintah China, dalam posisi mereka sebagai corporation runners. Hal tersebut dapat dilaksanakan melalui pemberitaan secara media atau publikasi informasi, partisipasi dalam Partai Komunis China (PKC), atau mendokumentasikan komplain mereka terhadap agensi.
Ketiga kategori tersebut merupakan kelas enterpreneur di China dalam hal strategi politis, melalui hubungannya dengan negara atau pemerintahan. Hal tersebut terhubung dengan implementasi demokrasi di China, sejauh mana partisipasi enterpreneur dan kelompok usaha di China berpartisipasi dalam hal politis, sehingga dapat menjadi parameter terciptanya demokrasi dalam elemen enterpreneurship di China. Diamati dari karakteristik ketiga kategori tersebut, dapat diperhatikan bahwa latar belakang yang dipengaruhi oleh ability dan desire sangat mendorong adanya bagi masing-masing enterpreneur untuk mengkonfrontasi pemerintah dan menyuarakan kepentingannya secara demokratis sesuai dengan kapasitasnya dalam dunia enterpreneur.
Sikap terhadap aksesibilitas politis negara atau pemerintahan juga menimbulkan implikasi tersendiri bagi tiap-tiap kategori strategi politis enterpreneur tersebut. Bagi kategori asertif yang berani bersikap menyuarakan kepentingan ekonomisnya terhadap pemerintahan, akan menciptakan durabilitas usaha, karena disokong oleh dukungan pemerintah. Hal tersebut secara esensi akan meningkatkan demokratisasi yang reformis, karena menyuarakan kepentingan dan hak-haknya di depan pemerintahan. Oleh karena itu, kategori assertive sangat krusial bagi penciptaan demokratisasi yang maksimal di China dalam hal ekonomi. Maka, kemudian dapat diketahui demokrasi yang diterapkan China adalah demokrasi kapitalis, dimana di dalamnya tidak terdapat sistem kapitalis tanpa kelas. Demokrasi menurut voluntaris fokus kepada proses tawar-menawar antara faksi elit dengan mereka yang berada di pihak oposisi pro-demokrasi pada saat rezim otoriter. Beberapa faksi elit politik, yang menginginkan adanya reformasi, bersedia memfasilitasi transisi demokrasi. Demokrasi di China turut dipengaruhi oleh pengusaha swasta yang memiliki peran penting dalam pertumbuhan demokrasi di China.
DEMOKRASI a la CHINA
9:39 AM |
Labels:
Kawasan Asia Timur
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 comments:
China sama Tiongkok bedanya apa ya?
Post a Comment